Sebuah Pameran Seni Bercerita Tentang Perempuan
Sebuah Pameran Seni Bercerita Tentang Perempuan – Berbicara tentang karya seni, tentunya Indonesia tidak pernah ketinggalan karena banyak bermunculan seniman-seniman berbakat yang selalu berkembang di setiap generasi.
Sebuah Pameran Seni Bercerita Tentang Perempuan
bnlmtl – Seperti yang dilakukan oleh Dyan Anggraini, seorang [seniman] yang sangat terampil yang menciptakan kerajinan tertentu, yang kemudian ditanggapi oleh seniman publik yang terampil Landung Simatupang dalam mengubah karyanya menjadi puisi atau prosa lirik. Keduanya menampilkan pameran yang luar biasa dengan memadukan karya seniman dan seniman melalui konsep kesatuan perempuan.
Pameran “Women (in) Borobudur” yang diadakan di Galeri Nasional Indonesia, mengangkat topik penting dan sensitif, ‘peran wanita dalam industri pariwisata’ yang selama ini berorientasi pada pengukuran nyata jumlah dan durasi kunjungan.
Karena kasus-kasus tersebut cenderung mengabaikan nilai-nilai budaya, maka ide tersebut muncul setelah kedua seniman menemukan kompleksitas permasalahan dalam hal tersebut.
Borobudur adalah situs, merek, wilayah, dan entitas yang terkenal, dengan sejarah panjang serta narasi dinamisnya yang dilestarikan melalui ukiran relief dari generasi ke generasi. Karya agung ini menyoroti hubungan antara kehidupan profan dan ‘langkah-langkah Kebuddhaan’ dalam bentuk ‘pembebasan mutlak’ sebagai titik kulminasinya.
Baca Juga : Tips Galeri Seni Dan 5 Hal Penting Yang Harus Diperhatikan
Dengan demikian, pengejaran negara tertinggi diilustrasikan dengan sangat baik pada struktur Borobudur yang dilengkapi dengan lapisan naratif; dari karmawibangga derajat terendah, kamadatu, rupadatu, hingga arupadatu tertinggi. Ribuan tahun kemudian, Borobudur menjadi salah satu tujuan wisata terkemuka di Indonesia, bahkan bagi warga dunia.
Borobudur selalu menjadi titik penutup upacara Waisak hingga saat ini, setelah sebelumnya mengadakan acara ritual di Candi Pawon dan Candi Mendut. Tentu tidak dapat dipungkiri bahwa rangkaian upacara tersebut pada akhirnya menjadi bagian dari daya tarik wisata utama. Untuk yang terakhir, Kementerian Pariwisata merumuskan kebijakan khusus dalam meningkatkan pengunjung tahunan dengan contoh pembukaan jalan baru yang menghubungkan bandara baru di Kulon Progo, melewati perbukitan Menoreh, dan langsung ke situs Borobudur. Pengukuran tersebut tentunya mengacu pada perkiraan pendapatan untuk penerimaan negara, termasuk pendapatan daerah, sekaligus meningkatkan standar sosial ekonomi warga di sekitar destinasi pariwisata.
Melalui pameran bertajuk “Perempuan (dalam) Borobudur”, Dyan Anggraini dan Landung Laksono Simatupang menggambarkan situs Borobudur dan sekitarnya dari sudut pandang lain, kemudian menyusunnya menjadi karya seni yang memacu kesadaran kritis penonton. Selanjutnya Landung Simatupang menuangkannya ke dalam bentuk puisi atau prosa lirik berdasarkan karya-karya Dyan Anggraini. Borobudur dan sekitarnya menjadi simbol mendalam pariwisata Indonesia di kancah Internasional. Dyan menyoroti dunia perempuan (sekitar) Borobudur dari dalam, tidak hanya mengacu pada sosok perempuan masa kini tetapi termasuk ‘perempuan’ yang mendominasi patung-patung Borobudur. Relief kuno lebih dari 1500 pane (bingkai) meliputi kisah-kisah kedagingan, kelahiran Sidharta Gautama (Sidharta berarti “dia yang telah memenuhi takdirnya” (Yasir Marzuki, Toeti Heraty, 1993: 9), perjalanan hidupnya, hingga hari ia menjadi Buddha, semua menunjukkan peran perempuan dalam masyarakat masa lalu.
Ukiran relief tersebut melekat pada sejarah kelahiran Buddha, kehidupan Ratu Maya (ibunya), Prajapati (saudara perempuan ibunya, yang juga menikah dengan ayahnya, Raja Suddhodhana), tentang putri dewa, pelayan Ratu Maya. , tentang wanita cantik yang berusaha mencegah Sidharta (Buddha) meninggalkan istana, putri Mara menggoda Buddha, penari, babysitter, pemijat, musisi, dan wanita yang sedang mempersiapkan upacara. Yasir Marzuki dan Toeti Heraty mengklaim relief-relief tersebut sebagai “…sifat ensiklopedis tentang kehidupan dan adat Jawa kuno di lingkungannya” (1993: 80).
Dalam kehidupan sehari-hari di sekitar candi, perempuan tetap menjadi tokoh kunci dalam kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi hingga saat ini. Dyan Anggraini mengamati dengan seksama para perempuan ini dan peran mereka dalam masyarakat. Seringkali, perempuan menanggung beban sosial dan ekonomi di luar kemampuan mereka, namun mereka secara konsisten menunjukkan sifat ketekunan. Mengatasi setiap masalah yang mereka hadapi, sebagai tugas dan tanggung jawab untuk hidup sendiri dan kehidupan [orang] di bawah naungannya.
Selanjutnya ke situs Borobudur, ada bukti dan contoh nyata dari kasus-kasus tersebut, seperti yang kita saksikan dari para wanita yang tinggal di Desa Klipoh. Perempuan-perempuan pengrajin gerabah itu hanyalah sebuah contoh betapa banyak perempuan di desa yang bernasib sama meski di sekitarnya mengalami hal yang sebaliknya. ‘Perempuan dan pariwisata’ hanyalah sebuah ironi belaka yang tampaknya jauh lebih pahit jika diamati lebih dalam.
Pameran karya Dyan Anggraini dan puisi/lirik prosa karya Landung Laksono Simatupang merupakan kolaborasi yang seru karena terjadi dari dua seniman yang berbeda disiplin ilmu yang saling melengkapi. Karya seni fisik dapat diselaraskan dengan tradisi sastra, sedangkan kata-kata puitis dapat dilengkapi sebaliknya dengan penampilan, warna, dan bentuk. Itu dia. Pada dasarnya, media komunikasi seni merespon saling menghormati, saling memperluas makna, kemudian menawarkan kepada publik untuk menjangkau lebih luas perspektif karya mereka. Karya seni tersebut merupakan bukti tajam yang dapat menggetarkan ketidakadilan, penilaian yang sewenang-wenang, arogansi, atau bahkan kekacauan, serta memiliki kekuatan pembalasan terhadap pelaku korban. Itulah yang tampak sebagai nilai menonjol dari karya-karya mereka: gugatan diam yang mewakili perempuan yang terpinggirkan secara sosial dan ekonomi.